Kumpulan Tesis Hukum lengkap, untuk dijadikan bahan dan contoh dalam pembuatan Tesis

Tesis Hukum Sadar Hukum Pengusaha

Contoh Tesis Hukum No. 50: Kesadaran Hukum Pengusaha Kecil  Di Bidang Pangan Dalam Kemasan Di Kota Semarang Terhadap Regulasi Sertifikasi Produk Halal

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehalalan produk pangan merupakan hal yang krusial bagi umat Islam.   Hal ini menjadi pertimbangan bagi mereka dalam membeli atau mengkonsumsinya. Jika pangan (makanan atau minuman) tersebut mengandung bahan yang haram, maka makanan tersebut dipertimbangkan untuk tidak dikonsumsinya, oleh karena itu dalam memilih produk pangan dalam kemasan ini, konsumen sendiri dituntut untuk lebih teliti dan jeli. Meski demikian, konsumen mempunyai keterbatasan, dikarenakan teknologi pembuatan pangan saat ini yang semakin kompleks dan seringkali tidak dapat lagi dijangkau dengan indera. Mengingat semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, dimana makanan atau minuman dimungkinkan untuk diproduksi dengan cepat dan efisien dengan memakai perangkat atau alat, cara   dan campuran tertentu sehingga menghasilkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang diinginkan, untuk mengetahui kehalalan produk tersebut tentu tidak lagi ditentukan secara manual dan sederhana. Untuk mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan ini, maka proses pengujian kehalalan produk juga harus menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu, diantaranya menggunakan laboratorium.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam mensikapi produk pangan dalam kemasan yang belum teruji dalam pengujian/pemeriksaan laboratorium, Lukmaanul Hakim1 memposisikannya sebagai barang yang mutasyaabihat. Pendapatnya ini didasarkan pada hadist:
"Yang halal itu sudah jelas, dan yang haram pun sudah jelas, dan diantara kedua hal tersebut terdapat yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barangsiapa yang berhati-hati dari perkara syubhat, sebenarnya ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya" (H.R. Muslim).
Mengingat terbatasnya kemampuan konsumen dalam meneliti kebenaran isi label halal tersebut, maka negara menggunakan pelbagai perangkat hukum dan kelembagaannya untuk mengatur tentang proses labelling halal pada produk pangan dalam kemasan. Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah kehalalan produk pangan dalam kemasan yakni; Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kemudian diikuti dengan peraturan-peraturan dibawahnya yakni Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Keputusan Menteri Agama No. 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.

Keberadaan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sertifikasi dan labelisasi halal tersebut dipandang sebagai angin segar bagi umat Islam untuk mendapatkan kepastian hukum atas produk-produk pangan 1 Lukmanul Hakim, tanpa judul, www.http://Indohalal.com, diunduh pada tanggal 13 Juni yang beredar di pasaran, sehingga diharapkan tidak ada keraguan bagi umat Islam untuk mengkonsumsi produk pangan yang berlabel halal. Namun dalam praktik pengusaha bisa jadi hanya menempelkan label halal pada produknya, tanpa ada pemeriksaan dan pengujian. Sehingga sangat memungkinkan bila ternyata isi produk tersebut tidak sesuai dengan labelnya. Bila menilik pendapat Lukmaanul Hakim, lebih bijak kiranya bila produk makanan yang belum melalui pengujian dan pemeriksaan halal, dalam hukum agama (fiqh) hal tersebut ditempatkan sebagai produk yang mutasyaabihaat.

Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 4 (a) disebutkan bahwa:
hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.
Pasal ini menunjukkan, bahwa setiap konsumen, termasuk konsumen muslim yang merupakan mayoritas konsumen di Indonesia, berhak untuk mendapatkan barang yang nyaman dikonsumsi olehnya. Salah satu pengertian nyaman bagi konsumen muslim adalah bahwa barang tersebut tidak bertentangan dengan kaidah agamanya, alias halal.

Selanjutnya, pada pasal yang sama point c disebutkan bahwa: “konsumen juga berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.”

Hal ini memberikan pengertian kepada kita, bahwa keterangan halal yang diberikan oleh perusahaan haruslah benar, atau telah teruji terlebih dahulu. Dengan demikian perusahaan tidak dapat dengan serta merta mengklaim bahwa produknya halal, sebelum melalui pengujian kehalalan yang telah ditentukan.
Bagi pengusaha yang ingin mendapatkan ijin melakukan labeling halal atas produknya, sekarang ini pemerintah membuat suatu mekanisme tertentu. Berdasarkan pelbagai peraturan pemerintah diatas2, terdapat 2 tingkatan prosedur yang merupakan alur label halal, yang oleh penulis disebut sebagai sertifikasi dan labelisasi. Penyebutan ini digunakan untuk mempermudah penyebutan atas suatu prosedur. Sertifikasi produk halal didefinisikan sebagai pengajuan ijin dan pemeriksaan produk pangan kepada lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan Sertifikat produk halal. Sedangkan labelisasi halal adalah proses pengajuan ijin kepada lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan keputusan pemberian ijin kepada pengusaha untuk melabelisasi halal pada kemasan produk pangannya. Pasal 1 butir d Keputusan Menteri Agama No. 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal menyebutkan: Sertifikat produk halal adalah fatwa tertulis yang menyatakan kehalalan suatu produk pangan yang dikeluarkan oleh Lembaga Pemeriksa.

Selanjutnya pada butir e dijelaskan bahwa:
Lembaga Pemeriksa adalah lembaga keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Agama untuk melakukan pemeriksaan pangan halal setelah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).”
2 Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kemudian diikuti dengan peraturan-peraturan dibawahnya yakni Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999, Keputusan Menteri Agama No. 518 Tahun 2001

Satu-satunya lembaga yang hingga saat ini berhak melakukan sertifikasi adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Lembaga ini menjadi lembaga pemeriksa berdasarkan Piagam Kerjasama Departemen Kesehatan, Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia tanggal 21 Juni 1996 tentang Pelaksanaan Pencantuman Label “Halal” pada Makanan, dimana dalam alinea ke-2 piagam tersebut disebutkan :
Disepakati bahwa suatu produk makanan dan minuman yang beredar dapat dinyatakan halal hanya atas dasar Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia, setelah melalui serangkaian pemeriksaan (audit) di lokasi produsen dan pengujian laboratorium secara seksama”.
Pernyataan Halal atas suatu produk berdasarkan sertifikat MUI ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.3 Setelah mendapatkan sertifikasi produk halal dari MUI, maka proses yang harus dilalui selanjutnya adalah labelisasi. Labelisasi Halal merupakan proses final dalam upaya memperoleh label halal atas produk tersebut. Lembaga yang berwenang dalam melakukan labelisasi halal adalah Departemen Kesehatan sebagaimana diatur dalam alinea ketiga Piagam Kerjasama tersebut yang berbunyi:
“Pelaksanaan pencantuman label “Halal” termaksud lebih lanjut diatur oleh Departemen Kesehatan yang didasarkan atas hasil pembahasan bersama antara Departemen Kesehatan, Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia. ....”.
3 LP POM MUI Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal , LP POM MUI, 2003, hal 123

Apakah Anda memerlukan Tesis Hukum Sadar Hukum Pengusaha ini lengkap dari Bab 1 sampai akhir untuk dijadikan contoh pembuatan Tesis Hukum Anda?

Jika iya, kami akan mengirimkan seluruh filenya yang berformat Ms.Word yang bisa Anda copy paste melalui email Anda. Silakan hubungi kami, dan jangan lupa untuk membaca halaman cara pemesanan di menu atas.

Tesis Hukum Magister S2

Empat Alasan kenapa Anda harus pesan Tesis Hukum ini:

  1. Anda tidak perlu mem-photo copy dari perpustakaan
  2. File dalam bentuk Ms. Word bisa langsung Anda copy paste
  3. Lebih hemat dari pada mem-photo copy
  4. Langsung dikirim ke email Anda atau bisa dalam bentuk CD
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Tesis Hukum Sadar Hukum Pengusaha