Kumpulan Tesis Hukum lengkap, untuk dijadikan bahan dan contoh dalam pembuatan Tesis

Tesis Hukum Pidana Seumur Hidup

Contoh Tesis Hukum No. 47: Kedudukan Pidana Seumur Hidup Dalam Sistim Hukum Pidana Nasional

Tesis Hukum Pidana Seumur Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kedudukan pidana seumur hidup dalam sistem hukum pidana nasional masih dipandang relevan sebagai sarana penanggulangan kejahatan, hal tersebut nampak dari masih banyaknya tindak pidana yang diancam dengan pidana seumur hidup. Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana merupakan cara yang paling tua setua peradaban manusia itu sendiri. Kehadiran sanksi pidana dalam penanggulangan kejahatan menuai kritik, yang menyatakan bahwa pidana merupakan penanggulangan dari kebiadaban kita di masa lalu (Vestige of our savage past)1 yang seharusnya dihindari. Hal tersebut dikarenakan pidana merupakan bagian dari praktek perlakuan manusia terhadap manusia yang lain secara kejam seperti dibakar hidup-hidup, dirajam sampai meninggal dunia, ditenggelamkan ke laut, atau dipenggal leher dengan pedang. Kritik ini berujung pada munculnya gerakan penghapusan pidana yang ingin diganti dengan tindakan (treatment-maatregelen), atau yang dikenal dengan “Abolisionist Movement” Terlepas dari pro dan kontra terhadap pidana sebagai instrument penanggulangan kejahatan, tapi kenyataannya pidana tetap
1 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni Bandung 1984 Hal 150.
digunakan. Sepanjang sejarah umat manusia dan dipraktekkan di berbagai negara dan bangsa termasuk di Indonesia melalui pencantumannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP). 
Dilihat dari konsepsi pemasyarakatan, kedudukan pidana seumur hidup dalam sistem hukum pidana nasional pada hakikatnya merupakan “Perampasan Kemerdekaan” seseorang yang bersifat sementara (untuk waktu tertentu) sebagai sarana untuk memulihkan integritas terpidana agar ia mampu melakukan readaptasi sosial. Sehubungan dengan hal itu Mulder pernah menyatakan “pidana perampasan kemerdekaan mengandung suatu ciri khas, yaitu bahwa dia adalah sementara, terpidana akhirnya tetap diantara kita”.2
Penggunaan pidana penjara seumur hidup harus bersifat eksepsional dan sekedar untuk memberikan ciri simbolik. Sifat eksepsional ini didasarkan terutama pada tujuan untuk melindungi atau mengamankan masyarakat dari perbuatan-perbuatan dan perilaku tindak pidana yang dipandang sangat membahayakan atau merugikan masyarakat. Terhadap kriteria eksepsional yang demikian inipun hendaknya harus tetap berhati-hati, karena kriteria “membahayakan atau merugikan masyarakat” itupun merupakan kriteria yang cukup sulit. di samping karena kriteria itu dapat bersifat relatif juga, karena pada hakikatnya setiap tindak pidana adalah perbuatan yang
2
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti Bandung 1996, Hal 208. 
membahayakan atau merugikan masyarakat. Bertolak dari pemikiran “relativitas”, bahwa tidak ada perbuatan yang secara absolut terus menerus membahayakan masyarakat dan tidak ada pelaku tindak pidana yang mempunyai kesalahan absolut atau sama sekali tidak dapat diperbaiki atau memperbaiki dirinya sendiri, maka akan dirasakan lebih aman bila tidak menggunakan pidana penjara seumur hidup yang di dalamnya mengandung unsur “absolut” dan “definite”. Perbuatan atau orang yang dipandang “membahayakan masyarakat” itu, dapat dinetralisir dengan merelatifkan sifat berbahayanya itu dalam jangka waktu tertentu. katakanlah batas waktu antara 25-40 tahun merupakan batas waktu yang dipandang cukup untuk menganggap bahwa “bahaya” itu telah dihilangkan atau telah dinetralisir.

Dari uraian di atas dapatlah dikonkretkan, bahwa pidana penjara seumur hidup hanya dapat diterima secara eksepsional dalam arti hanya sekedar untuk memberikan ciri simbolik. Jadi tidak untuk benar-benar secara harfiah dijatuhkan, tetapi sekedar untuk memberikan “peringatan” kepada warga masyarakat akan sangat tercelanya perbuatan yang bersangkutan. Tanda peringatan atau simbol itu mengandung arti, bahwa si pelanggar dapat dikenakan maksimum pidana penjara yang cukup lama. Jumlah lamanya pidana penjara ini tidak perlu dicantumkan dalam perumusan delik yang bersangkutan. Secara teknik perundang-undangan, dapat dirumuskan sebagai “maksimum umum” untuk delik-delik yang diancam dengan pidana penjara seumur hidup. jadi cukup dirumuskan dalam bagian umum KUHP. Dengan demikian, berbeda dengan sistem perumusan yang selama ini digunakan, yaitu pidana penjara seumur hidup dialternatifkan dengan pidana penjara maksimum 20 tahun dalam perumusan delik yang bersangkutan.

Menurut Koesnoe sebagaimana dikutip Barda Nawawi Arief, pidana penjara baru dikenal di Indonesia ketika VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) memperkenalkan lembaga “bui” pada tahun 1602 yang kemudian dilanjutkan pada jaman Hindia Belanda menjadi pidana penjara.3 ........

Apakah Anda memerlukan Tesis Hukum Pidana Seumur Hidup ini lengkap dari Bab 1 sampai akhir untuk dijadikan contoh pembuatan Tesis Hukum Anda?

Jika iya, kami akan mengirimkan seluruh filenya yang berformat Ms.Word yang bisa Anda copy paste melalui email Anda. Silakan hubungi kami, dan jangan lupa untuk membaca halaman cara pemesanan di menu atas.

Tesis Hukum Magister S2

Empat Alasan kenapa Anda harus pesan Tesis Hukum ini:

  1. Anda tidak perlu mem-photo copy dari perpustakaan
  2. File dalam bentuk Ms. Word bisa langsung Anda copy paste
  3. Lebih hemat dari pada mem-photo copy
  4. Langsung dikirim ke email Anda atau bisa dalam bentuk CD
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Tesis Hukum Pidana Seumur Hidup