Kumpulan Tesis Hukum lengkap, untuk dijadikan bahan dan contoh dalam pembuatan Tesis

Tesis Hukum Penegakan Hukum Tindak Pidana

Contoh Tesis Huku No. 39: Peran Penegakan Hukum Oleh Publik Dalam Tindak Pidana Mayantara (Studi Sosiologi Hukum Mayantara)

Tesis Hukum Penegakan Hukum Tindak Pidana

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Revolusi teknologi informasi, sebagai tahap lanjut dari revolusi industri, telah memberikan tatanan baru kepada dunia dan menciptakan paradigma-paradigma baru dalam lingkup sosial, budaya, ekonomi dan politik. Para penggunakan komputer kini dapat berkomunikasi satu sama lain dari belahan bumi dengan cara yang jauh lebih ringkas. Pengembangan dan penggunaan teknologi dalam membantu aktifitas manusia dalam hiburan, pendidikan, perdagangan, pemerintahan dan komunikasi dapat dipahami secara umum sebagai suatu kewajaran demi efektifitas dan efisiensi. Menjalankan beberapa aktifitas secara majemuk dalam satu waktu merupakan upaya meringkas aktifitas, dan komputer menjadi alat bantu yang efektif. Selanjutnya perkembangan teknologi internet telah menggeser komputer dari alat sekunder menjadi alat primer dalam beraktifitas. Berbagai ‘alat’ kemudian lahir dalam tradisi masyarakat informasi, yang dalam dunia komputer biasa disebut dengan program, atau application. Alat-alat tersebut telah menggantikan cara lama dalam bekerja, mendapatkan hiburan, bahkan pengetahuan. Manusia dan teknologi informasi berkembang dan terus memperbaiki alat yang digunakan, sebagaimana kita dapatkan gambarannya dari berbagai artefak sejarah perkembangan peradaban manusia. Referensi kehidupan pada teknologi telah melibatkan perangkat yang mengurangi sifat sosial dalam berbagai sisi kehidupan, dan keterlibatan ini telah dapat diterima secara luas. Pada saat yang hampir bersamaan dengan kemunculan internet, mereka yang peduli kepada tatanan hidup yang tertib dan teratur, serta konstruksi kehidupan dengan keamanan dan kenyamanan dalam menjelajah dunia maya pun semakin menonjol. Sebagian melihat bahwa internet adalah wilayah yang sama sekali berbeda dari dunia kenyataan, banyaknya kemungkinan di dalamnya dan berbagai kebutuhan yang dikelola menjadikannya cukup mudah dan rentan untuk dimanfaatkan sebagai media kejahatan.

Kemudian, tanggungjawab sosial dalam menjaga tiap-tiap organnya dari perkembangan modus kejahatan pun semakin berat, terlebih jika peran negara sebagai wadah dan ikatan sosial yang lebih besar belum siap menjangkau wilayah-wilayah yang terus berkembang pesat secepat laju waktu. Sedangkan kini Indonesia berkembang sebagai negara dengan jumlah kejahatan internet yang tinggi.1

Dikatakan Thomas X. Grasso, “The average take on a bank robbery is $3,000. The persons committing that crime run an extremely high risk of something bad happening to them. You can run a phishing scam and make hundreds of thousands of dollars.”2 Pelaku kejahatan selalu berusaha mencari cara yang lebih meminimalisir resiko dalam melakukan tindakan kejahatannya, terutama akibat fisik yang mungkin terjadi saat melakukan kejahatan, dan phising scam adalah salah satunya. Peningkatan aktifitas sosial di internet dan kelemahan yang masih banyak di dalam konstruksi kontrol sosial terhadap tiap individu di dalamnya, pastilah memberikan daya tarik watak jahat para pelaku kejahatan yang berpotensi melakukannya.

Pada kenyataannya pertempuran antar para pakar internet dalam dunia maya dan penyelesaian atau penangkalan kejahatan yang seringkali terjadi adalah karena adanya solidaritas yang kuat antar sesama hacker atas serangan kelompok
1
 Pendapat bahwa Indonesia memiliki tingkat cybercrime tertinggi di dunia pada 2009, salah satunya disampaikan oleh Brigjen Anton Taba, Staf ahli Kapolri, lihat: http://nasional.kompas.com/read/2009/03/25/18505497/Cyber.Crime..Indonesia.Tertinggi.di.Dunia, namun pernyataan ini rupanya memerlukan revisi dengan pengamatan empiris, mengingat permasalah dalam menentukan pelaku kejahatan mayantara bukanlah hal sederhana. Di dalam http://www.oversecurity.net/2010/12/01/web-hacking-statistiche-2010-1%C2%B0-puntata-da-dove¬originano-gli-attacchi-globali/, merupakan laporan statistik serangan atas situs internet (web hacking), menunjukkan Indonesia ada di urutan ketujuh dunia dengan persentase serangan 1,27%. Dari keseluruhan persentase yang ada di dalam laporan ini urutan pertama adalah 77% dengan penjelasan Origine non determinata, atau wilayah tidak terdeteksi. Secara singkat pernyataan oleh Brigjen Anton Taba tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pasti, karena selain tidak mudah mendeteksi asal pelaku kejahatan seluruhnya, kejahatan mayantara juga terus berkembang.

2 McAfee North America Criminology Report; Organized Crime and the Internet 2007, McAfee. Hal. 3.
hacker lain. Dengan demikian kita dapat mendapat kesan bahwa pencegahan dan penyelesaian kasus pidana khusunya, yang terjadi hampir tidak pernah sampai pada tangan para penegak hukum. Penegakan hukum global tengah memperkuat hukum-hukum nasional dan internasional bekerjasama untuk menangkap, menuntut, dan mencegah kejahatan mayantara.3 Meski dengan fakta yang sedemikian rupa, tindak pidana mayantara terus berlanjut dan berkembang. Internet meningkat nilainya sebagai kebutuhan dari hari ke hari, tetapi keamanan yang dibangun di dalamnya seringkali tidak mampu mengimbangi. Bahkan memungkinkan pelaku kejahatan muncul tanpa identitas dan berada dalam wilayah yang tak perlu lagi adanya kekhawatiran
untuk mengoperasikan kejahatannya.

Banyak korban enggan melaporkan kejahatan mayantara yang dialaminya. Terutama bagi perusahaan atau bank, pertimbangan terancamnya reputasi keamanan yang mereka bentuk lebih mengemuka dibandingkan upaya untuk menangkal serta menangkap pelaku kejahatan. Penanganan pribadi terhadap sistem keamanan mereka dengan pandangan yang demikian bisa menjadi penyulut meningkatnya criminal case mortality.4
3
Sebagaimana ada dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), “Hukum siber atau cyberlaw, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi… Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.” Dan pembahasan tentang virualitas tersebut meliputi komunikasi lokal maupun global (Internet). Istilah mayantara juga banyak ditemukan dalam buku karya Prof. Dr. Barda Nawawi Arif, SH., Tindak Pidana Mayantara: Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa, 2007). Kata ‘mayantara’ dipakai menggantikan kata ‘cyber’, sebagaimana dalam halaman v buku tersebut, “Perkembangan cyber crime (tindak pidana mayantara) sering dibahas dalam forum internasional.”

4 Prof. Mardjono Reksodiputro menjelaskan:
“Dalam kenyataan maka dari sejumlah kejahatan yang mencatat pada kepolisian hanya sebagian saja yang selesai dengan ditangkapnya “tertuduh pelaku” dan diserahkan perkaranya kepada kejaksaan. Dari jumlah perkara ini maka tidak semuanya dapat diajukan oleh jaksa ke pengadilan. Dan dalam pemeriksaan pengadilan, maka hanya sebagian perkara saja yang dinyatakan terbukti. Dari mereka yang dinyatakan terbukti bersalah, maka hanya sebagian saja yang masuk dalam lembaga¬lembaga pemasyarakatan. Keadaan ini dikenal dengan istilah ‘penyusutan perkara kriminal’ (criminal case mortality).” Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia, cet. Kedua, 2007), hal. 17.

Tetapi apakah hanya akan berhenti di sana saja. Sinergi dengan para penegak hukum dan masyarakat, dengan memanfaatkan tenaga para pakar internet kian menjadi suatu keniscayaan. Perkembangan teknologi menciptakan kejahatan-kejahatan baru dan permasalahan-permasalahan baru dalam penegakan hukum. Demi tegaknya hukum yang responsif terhadap perkembangan zaman dan responsif terhadap kemuslihatan tindak kejahatan yang kian meningkat maka perlu dibangun pondasi yang kuat dalam memulainya. Saat alat-alat penegakan hukum yang ada terbatas dalam melaksanakan kewajibannya, pemikiran Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH. tentang hukum progresif merupakan salah satu jalan.

Beliau mengungkapkan, pertama, disadari kemampuan hukum itu terbatas. Mempercayakan segala sesuatu kepada hukum adalah sikap tidak realistis dan keliru. Kedua, masyarakat ternyata menyimpan kekuatan otonom untuk melindungi dan menata diri sendiri.5 Kedua pernyataan ini merupakan saripati dari gagasan ‘hukum progresif’ yang beliau kembangkan. Bagi Prof. Satjipto, hukum bukanlah suatu skema yang final (finite scheme), namun terus bergerak, berubah, mengikuti dinamika kehidupan manusia. Karena itu, hukum harus terus dibedah dan digali melalui upaya-upaya progresif untuk menggapai terang cahaya kebenaran dalam menggapai keadilan.6

1.2 PERUMUSAN MASALAH 

Hukum pidana sebagai lingkaran terluar dari hukum,7 harus memberikan peran lebih terhadap hukum sebagai kontrol sosial. Dalam hal ini penetapan sistem hukum mayantara yang memiliki kemampuan dalam menanggulangi kejahatan internet adalah merupakan bagian dari kebijakan kriminal atau politik kriminal.
5
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, cet. Ketiga, (Jakarta: Kompas, 2010), hal. 209. 6 Ibid, hal. vii.
7
Pendapat G.E. Mulder, dalam Jan Remmelink, Hukum Pidana (Inleiding tot de
Studie van het Nederlanse Strafrecht), diterjemahkan oleh Tristam Pascal Moeliono, (Jakarta:
Gramedia, 2003), hal. 7.
Pada kenyataannya penanganan berbagai tindak pidana mayantara menunjukkan bahwa para penegak hukum tidak dapat lagi berjalan sendiri, penegakan hukum memerlukan partisipasi publik bersama para penegak hukum untuk menciptakan kesejahteraan sosial. Di saat minimnya kemampuan aparat penegak hukum dan keterbatasannya dalam menangani berbagai tindak pidana mayantara seperti sekarang ini menyebabkan keadilan akan sulit ditemukan dan hukum kehilangan banyak waktu untuk berbenah. Namun, di sisi lain, peran masyarakat umum untuk bahu-membahu mengatasi berbagai permasalahan hukum terlihat berjalan secara otonom dan berkelanjutan.

Sulitnya mengontrol dunia maya secara keseluruhan dan kurangnya kemampuan dalam melakukan tindakan terhadap berbagai tindak pidana mayantara memerlukan cara yang lebih responsif dan memerlukan keterlibatan publik dengan lebih terarah. Perancangan yang matang dan kemampuan melihat kemungkinan di masa yang akan datang menempatkan hukum pidana sebagai kontrol yang baik dalam mengantisipasi kejahatan yang akan berkembang, terutama di dunia maya. Pemberian peran-peran kontrol hukum kepada para pemakai internet secara umum dan mereka yang memiliki kemampuan lebih dalam bidang teknologi cyber, secara umum akan meningkatkan kewaspadaan sosial dalam mayantara terhadap kejahatan pidana yang potensial terjadi.

Kemudian, seberapa strategiskah peran publik membantu perangkat hukum dalam upaya penegakan hukum dalam dunia maya, mengingat bahwa, tujuan politik kriminal yang sangat luas dan ideal yaitu penanggulangan kejahatan dengan segala aspeknya untuk tujuan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.8

Apakah Anda memerlukan Tesis Hukum Penegakan Hukum Tindak Pidana ini lengkap dari Bab 1 sampai akhir untuk dijadikan contoh pembuatan Tesis Hukum Anda?

Jika iya, kami akan mengirimkan seluruh filenya yang berformat Ms.Word yang bisa Anda copy paste melalui email Anda. Silakan hubungi kami, dan jangan lupa untuk membaca halaman cara pemesanan di menu atas.

Tesis Hukum Magister S2

Empat Alasan kenapa Anda harus pesan Tesis Hukum ini:

  1. Anda tidak perlu mem-photo copy dari perpustakaan
  2. File dalam bentuk Ms. Word bisa langsung Anda copy paste
  3. Lebih hemat dari pada mem-photo copy
  4. Langsung dikirim ke email Anda atau bisa dalam bentuk CD
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Tesis Hukum Penegakan Hukum Tindak Pidana