Kumpulan Tesis Hukum lengkap, untuk dijadikan bahan dan contoh dalam pembuatan Tesis

Tesis Hukum Peradilan Pidana

Contoh Tesis Hukum No.41: Perlindungan Hukum Bagi Saksi Dalam Proses Peradilan Pidana

Perlindungan Hukum Bagi Saksi Dalam Proses Peradilan Pidana

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa telah menghasilkan fenomena baru pada usianya yang ke 53 tahun kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu yang menghendaki adanya reformasi total yang meliputi bidang politik, ekonomi, dan hukum. Menurut A. Muis, bahwa di era reformasi harus diberi makna sebagai  reaktualisasi hakikat proklamasi kemerdekaan bangsa ini yang gagal dilaksanakan Orde Baru yaitu kebebasan berbeda pendapat, kedaulatan rakyat, penghargaan kepada harkat dan martabat manusia (Hak Asasi Manusia) dan pengakuan terhadap masyarakat madani (civil society). Kegagalan Orde baru dalam melaksanakan tujuannya sendiri yaitu melaksakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen, justru telah membawa malapetaka yang besar bagi bangsa Indonesia. Selama lebih 30 tahun hak-hak masyarakat tersebut dipasung1. Salah satu hak-hak masyarakat yang terpasung adalah hak-hak saksi dalam proses peradilan pidana. Permasalah Hak Asasi Manusia merupakan isue internasional dan bahan perbincangan yang sangat menonjol dalam dekade saat ini. Hal ini memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh, karena dimensi pengaruhnya dalam kehidupan internasional dan nasional sangat besar.
1 Nyoman Serikat Putra Jaya, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice Sistem), (Bahan Kuliah Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro ,Semarang: 2006), hal. 5.
Globalisasi sebagai era baru menunjukkan bahwa kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi menuntut pelbagai negara untuk mengkaji permasalahan tersebut secara intensif. Informasi yang masuk kesuatu negara bukan hanya melalui interaksi internal, tetapi tanpa dapat dicegah telah dan akan terus terjadi interaksi, interkoneksi dan interdependensi (interface) antar bangsa, baik bilateral maupun multilateral.
Negara Indonesia sebagai negara hukum juga perlu memahami dengan keadaan dunia yang telah mulai banyak memperhatikan Hak Asasi Manusia, sehingga di era reformasi sebuah agenda besar tersebut menuntut adanya perubahan sebuah tata kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Salah satu dari perubahan tersebut yang menonjol adalah mengenai perlindungan hak-hak warga negara yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia itu sendiri.

Dalam perlindungan Hak Asasi Manusia telah banyak perlindungan yang telah dengan jelas dan tegas diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan seperti yang telah diatur dalam undang-undang perlindungan anak, perlindungan perempuan, kekerasan dalam rumah tangga dan lain sebagainya yang selanjutnya baru kemudian perlindungan saksi hampir terlupakan dalam agenda reformasi. Hal ini membuktikan bahwa ada sebuah diskriminasi dalam perlindungan hukum, terlebih dengan melihat proses lahirnya Undang-undang Perlindungan Saksi itu sendiri yang sempat tertunda selama lima tahun.

Perlu dipahami bersama bahwa salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana adalah keterangan saksi dan/atau korban yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan saksi dan/atau korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan perlindungan bagi saksi dan/atau korban yang sangat penting keberadaannya dalam proses peradilan pidana.

Persoalan yang kadang dijumpai dalam proses peradilan pidana adalah, dalam praktek perkara pidana kadang muncul seorang yang dihadapkan dalam persidangan merupakan satu-satunya saksi. Padahal dalam peradilan pidana berlaku prinsip unus testis nulus testis, yang berarti satu saksi bukan merupakan saksi, sehingga apabila tidak didukung oleh alat bukti lain maka putusan hakim akan berwujud putusan lepas dari segala tuntutan.

Kedudukan saksi dalam proses peradilan pidana menempati posisi kunci, sebagaimana terlihat dalam Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Sebagai alat bukti utama, tentu dampaknya sangat terasa bila dalam suatu perkara tidak diperoleh saksi. Pentingnya kedudukan saksi dalam proses peradilan pidana, telah dimulai sejak awal proses peradilan pidana. Harus diakui bahwa terungkapnya kasus pelanggaran hukum sebagian besar berdasarkan informasi dari masyarakat. Begitu pula dalam proses selanjutnya, ditingkat kejaksaan sampai pada akhirnya di pengadilan, keterangan saksi sebagai alat bukti utama menjadi acuan hakim dalam memutus bersalah atau tidaknya terdakwa. Jadi jelas bahwa saksi mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan2.

Berhubungan dengan hal tersebut, saksi merupakan salah satu faktor penting dalam pembuktian atau pengungkapan fakta yang akan dijadikan acuan dalam menemukan bukti-bukti lain untuk menguatkan sebuah penyelidikan, penyidikan, dan bahkan pembuktian di pengadilan. Pentingnya peran saksi dalam proses penegakan hukum terutama hukum pidana tentunya membawa konsekuensi tersendiri bagi orang yang dijadikan saksi, baik itu saksi korban dan saksi pelapor maupun saksi-saksi lain dalam pembuktian pelaku tindak pidana.

Dalam lapangan hukum pidana terutama untuk penegakkannya tidak semudah yang dibayangkan masyarakat, terlebih dalam mendapatkan keterangan saksi. Hal ini terbukti bahwa masih banyak korban kejahatan, seperti kasus kekerasan dalam rumah tangga, kejahatan terhadap anak, kejahatan terhadap perempuan dan kejahatan kejahatan lain dimana saksi enggan dan bahkan takut untuk melaporkan kejahatan yang dilakukan terhadap diri korban itu sendiri.

Posisi saksi yang demikian penting nampaknya sangat jauh dari perhatian masyarakat maupun penegak hukum. Ternyata sikap ini memang sejalan dengan sikap pembentuk undang-undang, yang tidak secara khusus memberikan perlindungan, kepada saksi dan korban berupa pemberian sejumlah hak, seperti yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,
2 Surastini Fitriasih, “Perlindungan Saksi Dan Korban Sebagai Sarana Menuju Proses Peradilan (Pidana) Yang Jujur Dan Adil”, http/www.antikorupsi.org/mod=tema&op=viewarticle&artid=53
sebagai ketentuan hukum beracara pidana di Indonesia, tersangka/terdakwa memiliki sejumlah hak yang diatur secara tegas dan rinci dalam suatu bab tersendiri. Sebaliknya bagi saksi termasuk saksi korban, hanya ada beberapa pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang memberikan hak pada saksi, tetapi pemberiannya pun selalu dikaitkan dengan tersangka/terdakwa. Jadi hak yang dimiliki saksi lebih sedikit dari hak yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa.

Kepentingan atau hak saksi yang dilindungi dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana hanya satu pasal yakni Pasal 229, sehingga dalam prakteknya dijumpai hal yang mengecewakan yaitu dimana hak saksi untuk menggantikan biaya setelah hadir memenuhi panggilan dalam proses peradilan tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya dengan alasan klasik yaitu tidak ada dana.

Kondisi saksi termasuk korban yang berada pada posisi yang lemah, justru Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana bahkan mengancam dengan pidana apabila saksi tidak datang untuk memberikan keterangan setelah menerima panggilan dari penegak hukum. Selanjutnya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mewajibkan saksi untuk bersumpah dan berjanji sebelum memberikan keterangan tujuannya adalah agar saksi tersebut dapat memberikan keterangan dengan sungguh-sungguh dengan apa yang diketehaui,  baik yang dilihat, didengar atau dialami oleh saksi. Berbicara tentang kewajiban dalam hukum tentu erat kaitannya dengan Hak Asasi Manusia dalam hal ini adalah hak saksi, dengan demikian Undang-undang memberikan hak bagi saksi berupa perlindungan bagi saksi itu sendiri.

Mengutip artikel yang ditulis Surastini Fitriasih3 dijelaskan bahwa sementara saksi sebagai warga masyarakat, juga korban sebagai pihak yang dirugikan kepentingannya, karena telah diwakili oleh negara yang berperan sebagai pelaksana proses hukum dianggap tidak perlu lagi memiliki sejumlah hak yang memberikan perlindungan baginya dalam proses peradilan. Sesungguhnya bila di cermati dalam kenyataannya, kondisi saksi tidak jauh berbeda dengan tersangka/terdakwa, mereka sama-sama memerlukan perlindungan, karena: ........

Apakah Anda memerlukan Tesis Hukum Peradilan Pidana ini lengkap dari Bab 1 sampai akhir untuk dijadikan contoh pembuatan Tesis Hukum Anda?

Jika iya, kami akan mengirimkan seluruh filenya yang berformat Ms.Word yang bisa Anda copy paste melalui email Anda. Silakan hubungi kami, dan jangan lupa untuk membaca halaman cara pemesanan di menu atas.

Tesis Hukum Magister S2

Empat Alasan kenapa Anda harus pesan Tesis Hukum ini:

  1. Anda tidak perlu mem-photo copy dari perpustakaan
  2. File dalam bentuk Ms. Word bisa langsung Anda copy paste
  3. Lebih hemat dari pada mem-photo copy
  4. Langsung dikirim ke email Anda atau bisa dalam bentuk CD
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Tesis Hukum Peradilan Pidana