Kumpulan Tesis Hukum lengkap, untuk dijadikan bahan dan contoh dalam pembuatan Tesis

Tesis Hukum Kekayaan Intelektual Tradisional

Contoh Tesis Hukum No.27: Perlindungan Hukum Karya Cipta Batik Solo Sebagai Kekayaan Intelektual Tradisional Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.6. Latar Belakang

Ciptaan batik pada awalnya merupakan ciptaan khas bangsa Indonesia yang dibuat secara konvensional. Karya-karya seperti itu memperoleh perlindungan karena mempunyai nilai seni, baik pada ciptaan motif atau gambar maupun komposisi warnanya. Disamakan dengan pengertian seni batik adalah karya tradisional lainnya yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang berdapat di berbagai daerah, seperti seni songket, tenun ikat, dan lain-lain yang dewasa ini terus dikembangkan.1 Menurut terminologinya, batik adalah gambar yang dihasilkan dengan menggunakan alat canting atau sejenisnya dengan bahan lilin sebagai penahan masuknya warna.2 Sementara berdasarkan Ensiklopedi Nasional Indonesia, seni batik merupakan suatu seni tradisional asli Indonesia dalam menghias kain dan bahan lain dengan motif hiasan dan pewarna khusus. Selain itu batik dikenakan sebagai pakaian bawahan oleh banyak suku di Indonesia, terutama suku-suku di Pulau jawa.3

Dalam perkembangan bentuk dan fungsinya, batik tidak semata-mata untuk kepentingan busana saja, tetapi dapat dipergunakan untuk elemen interior, produk cinderamata, media ekspresi, bahkan merambah ke barang
1 Eddy Damian, dkk (Editor), Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Asian Law Group Pty Ltd bekerja sama dengan Alumni, Bandung, 2002, hlm.101
2
 A.N. Suyanto, Sejarah Batik Yogyakarta, Merapi, Yogyakarta, 2002, hlm. 2.; bandingkan dengan Endik S., Seni Membatik, Safir Alam, Jakarta, 1986, hIm. 10.
3
Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1989, hlm. 206.
barang mebel. Oleh karena itu, batik sebagai produk budaya yang dibutuhkan untuk kepentingan budaya tradisional dan untuk kepentingan modern telah menghasilkan berbagai bentuk produk batik yang beraneka ragam. Keanekaragaman itu dapat dilihat dari aspek bentuk desain/motif dan teknik produksinya.
Selain batik yang dibuat dengan cara tradisional, yakni ditulis dengan tangan, ada pula batik yang diproduksi secara besar-besaran di pabrik dengan teknik modern. Dengan demikian, kini terdapat dua pengertian mengenai seni batik, yakni : tradisional dan modern. Batik tradisional pada umumnya ditandai oleh adanya bentuk motif, fungsi, dan teknik produksinya yang bertolak dari budaya tradisional, misalnya ciri khas ragam hias batik dari daerah Solo yang menciptakan suatu ragam hias dengan pesan dan harapan yang tulus dan luhur semoga membawa kebaikan serta kebahagiaan bagi si pemakai. Sementara batik modern mencerminkan bentuk motif, fungsi, dan teknik produksi yang merupakan aspirasi budaya modern.

Apabila pengertian seni batik tradisional dan modern tersebut dipilih kembali, maka menurut macamnya kain batik terdiri atas tiga, yaitu:4
a. Kain batik tulis yang dianggap paling baik dan paling tradisional;
b. Kain batik cap; dan
c. Kain batik yang merupakan perpaduan antara batik tulis dan batik cap
    yang biasanya disebut batik kombinasi.

R.M. Ismunandar, Teknik & Mutu Batik Tradisional - Mancanegara, Dahara Prize, Semarang,1985, him. 17-18.

Guna kelancaran perdagangan berbagai jenis batik, baik di dalam negeri maupun untuk keperluan ekspor, sejak dahulu pemerintah telah menetapkan bahwa semua batik yang dipasarkan harus memakai merek dan label. Ketetapan in dimaksudkan untuk melindungi kepentingan baik produsen maupun konsumen. Setiap batik yang ditulis tangan, bagian tepinya harus terdapat tulisan "Batik Tulis", sedangkan pada batik cap harus terdapat tulisan "Batik Cap". Begitu pula tekstil yang bermotif batik, pada pinggirannya harus mencantumkan tulisan "Tekstil Motif Batik". Melalui ketentuan ini diharapkan para konsumen yang bukan ahli dalam masalah batik, tidak akan salah pilih. Begitu pula produsen batik, terutama pengusaha kecil yang umumnya pengrajin batik tradisional, diharapkan dapat dilindungi dari ulah para pembajak yang biasanya bermodal lebih besar dan kuat.

Sebenarnya ada berbagai cara yang telah ditempuh pemerintah dalam upaya melestarikan budaya batik, antara lain dengan mengharuskan pengenaan pakaian seragam batik bagi anak-anak sekolah pada hari-hari tertentu. Begitu juga bagi pegawai negeri, melalui Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (Korpri) diharuskan mengenakan kemeja batik lengan panjang pada setiap tanggal 17 Agustus dan hari-hari besar nasional. Baju batik Korpri yang berwama biru merupakan seragam resmi organisasi tersebut.
Usaha yang dilakukan pemerintah mengenai keharusan berseragam batik itu walaupun bertujuan baik, namun menurut penulis agak kurang mengena, sebab batik yang dikenakan sebagai pakaian seragam tersebut hampir selalu merupakan produk pabrik. Dengan demikian peraturan tersebut sama sekali belum menyentuh para pengrajin batik tradisional, terutama pengrajin batik tulis. Sementara itu bimbingan dan pengarahan dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan juga lebih banyak diarahkan untuk menyehatkan usaha batik berskala besar. Begitu pula halnya dalam bantuan permodalan yang hingga kini belum mengarah pada pengrajin terutama yang berada di daerah pedesaan.

Namun demikian upaya untuk melestarikan seni batik khususnya batik tradisional tidak cukup hanya demikian. Hal yang paling mendasar adalah upaya memberikan penghargaan berupa perlindungan bagi para pembatik atas hasil karya intelektualnya melalui karya seni batik. Perlindungan bagi karya seni batik ini dapat diberikan melalui hak cipta sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu. Hal ini penting karena dalam proses menghasilkan suatu karya seni batik diperlukan sejumlah pengorbanan baik pikiran, tenaga, biaya, dan waktu. Pengorbanan ini jauh lebih terasa pada proses menghasilkan batik tradisional yang pada umumnya ditulis dengan tangan.

Sebagai suatu kebudayaan tradisional yang telah berlangsung secara turun temurun, maka hak cipta atas seni batik ini akan dipegang oleh negara sebagaimana diatur dalam Pasa110 Ayat (2) UUHC 2002, yaitu: "Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya."

Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994. Konsekuensi Indonesia menjadi anggota WTO antara lain, adalah melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan ketentuan WTO, termasuk yang berkaitan dengan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (selanjutnya disebut TRIPs-WTO). Persetujuan TRIPs-WTO memuat berbagai norma dan standar perlindungan bagi karya-karya intelektual. Di samping itu, TRIPs-WTO juga mengandung pelaksanaan penegakan hukum di bidang hak kekayaan intelektual (selanjutnya disebut HKI).5

Untuk lebih menyesuaikan ketentuan dalam TRIPs-WTO khususnya yang berhubungan dengan hak cipta, maka Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut UUHC 2002). Undang-undang ini diterbitkan untuk mengganti Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 yang dianggap belum terlalu memenuhi norma dan standar TRIPs-WTO.

Tujuan utama persetujuan TRIPs-WTO adalah untuk meningkatkan perlindungan yang efektif dan memadai terhadap HKI dan untuk menjamin bahwa prosedur serta langkah-langkah penegakan hukum HKI itu sendiri tidak menjadi hambatan terhadap perdagangan.6 Mengapa HKI, khususnya hak cipta perlu diberikan perlindungan dan diberikan penghargaan terhadap karya-karya tulis, seni, sastra dan ilmu pengetahuan ? Perlunya perlindungan hukum kepada individu terhadap ciptaannya bermula dari teori hukum alam
Lihat Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik utau Lagu, Program Pascasarjana, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, h1m.14. 6 Pembukaan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs).
yang menekankan pada faktor manusia dan penggunaan akal. Stainforth
Ricketson berpendapat bahwa:
“...it has been popular to arque, particularly in Continental jurisdiction, that a person has a natural property right in the creation of his mind. Thus, it said, a person has a natural right to the product of his labour and this should be recognised as his property, whether tangible or intagible. With respect to copyright, it has been said that this theory sees the foundation of the rights of an author in the very nature of things”7
Teori di atas memberikan pengaruh terhadap negara-negara Eropa Kontinental atau yang menganut sistem hukum sipil (civil law system). Thomas Aquinas sebagai salah satu pelopor hukum alam dari negara-negara yang menganut sistem civil law menjelaskan bahwa hukum alam merupakan akal budi, oleh karena itu hanya diperuntukkan bagi mahluk yang rasional. Hukum alam lebih merupakan hukum yang rasional. Ini berarti hukum alam adalah partisipasi makhluk rasional itu sendiri dalam hukum yang kekal. Sebagai mahluk yang rasional, maka manusia bagian dari hukum yang kekal tersebut.8

Berdasarkan pendapat Thomas Aquinas, maka John Locke, filsuf Inggris terkemuka pada abad XVIII, menjelaskan bahwa hukum hak cipta memberikan hak milik eksklusif kepada karya cipta seorang pencipta, hukum alam meminta individu untuk mengawasi karya-karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat.9

Apakah Anda memerlukan Tesis Hukum Kekayaan Intelektual Tradisional ini lengkap dari Bab 1 sampai akhir untuk dijadikan contoh pembuatan Tesis Hukum Anda?

Jika iya, kami akan mengirimkan seluruh filenya yang berformat Ms.Word yang bisa Anda copy paste melalui email Anda. Silakan hubungi kami, dan jangan lupa untuk membaca halaman cara pemesanan di menu atas.

Tesis Hukum Magister S2

Empat Alasan kenapa Anda harus pesan Tesis Hukum ini:

  1. Anda tidak perlu mem-photo copy dari perpustakaan
  2. File dalam bentuk Ms. Word bisa langsung Anda copy paste
  3. Lebih hemat dari pada mem-photo copy
  4. Langsung dikirim ke email Anda atau bisa dalam bentuk CD
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Tesis Hukum Kekayaan Intelektual Tradisional